Jujur Terhadap TUHAN

Jujur Terhadap TUHAN

Kejujuran adalah fondasi dari setiap hubungan yang bermakna, dan itu juga berlaku untuk hubungan kita dengan TUHAN. Renungan ini mengajak kita untuk merenungkan makna dari jujur terhadap TUHAN—suatu konsep yang melampaui sekadar tidak berbohong, tetapi merangkul transparansi dan ketulusan hati sepenuhnya.

Seringkali, kita menampilkan diri yang “baik-baik saja” di hadapan-Nya, menutupi kelemahan, keraguan, dan bahkan dosa-dosa kita. Kita merasa malu atau takut akan penghakiman. Namun, TUHAN tidak membutuhkan topeng. Dia sudah tahu setiap detail dalam hidup kita, jauh sebelum kita menyampaikannya.

Lantas, mengapa kita perlu jujur? Karena kejujuran kita bukanlah untuk memberi tahu-Nya sesuatu yang tidak Dia ketahui, melainkan untuk membebaskan diri kita sendiri. Saat kita jujur, kita mengakui kerapuhan kita, keterbatasan kita, dan kebutuhan kita akan kasih karunia-Nya. Kejujuran membuka pintu bagi penyembuhan, pengampunan, dan pembaruan. Ini adalah tindakan iman yang menunjukkan bahwa kita percaya pada kasih-Nya yang tanpa syarat—kasih yang tetap ada bahkan ketika kita tidak sempurna.

Jujur terhadap TUHAN berarti jujur tentang perjuangan kita. Jujur tentang saat kita merasa lelah, bingung, marah, atau kehilangan harapan. Jujur tentang pertanyaan-pertanyaan sulit yang kita miliki tentang hidup, penderitaan, atau rencana-Nya. Dalam Mazmur, kita sering melihat para pemazmur secara brutal jujur dalam doa-doa mereka, berteriak dalam keputusasaan dan keluhan. Itu adalah doa-doa yang tulus, dan itu yang diinginkan TUHAN dari kita.

Jujur terhadap TUHAN juga berarti jujur tentang sukacita kita. Menceritakan kebahagiaan dan rasa syukur kita dengan tulus, tanpa merasa bahwa itu adalah hal yang sepele. Mengakui setiap berkat sebagai anugerah dari tangan-Nya, bahkan yang terkecil sekalipun.

Jadi, mari kita renungkan: Apakah kita benar-benar jujur di hadapan TUHAN? Apakah kita membiarkan Dia melihat hati kita yang sesungguhnya—dengan segala keindahannya dan juga segala kekacauannya? Jangan biarkan rasa takut atau malu menghalangi Anda untuk membuka diri sepenuhnya kepada-Nya.

Mari kita datang kepada-Nya bukan sebagai orang yang sempurna, melainkan sebagai diri kita yang apa adanya. Dengan hati yang jujur, kita akan menemukan bahwa hubungan kita dengan-Nya akan menjadi lebih dalam, lebih intim, dan dipenuhi dengan kedamaian yang melampaui segala pengertian.

Penulis: Google Gemini.

Pencetus Gagasan: Anton Sulistiyono.

Leave a Responses

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*